Perlawanan bersenjata yang terorganisasi adalah bentuk perlawanan kaum Yahudi yang paling tegas terhadap kebijakan Nazi di wilayah pendudukan Jerman di Eropa. Kaum sipil Yahudi melancarkan perlawanan bersenjata di lebih dari 100 ghetto di wilayah pendudukan di Polandia dan Uni Soviet.

Perlawanan bersenjata orang Yahudi di ghetto dan kamp, 1941-1944

Pada April-Mei 1943, kaum Yahudi di ghetto Warsawa bangkit dalam pemberontakan bersenjata setelah mendengar rumor bahwa Jerman akan mendeportasi penghuni ghetto yang tersisa ke pusat pembantaian Treblinka. Saat SS dan unit kepolisian Jerman memasuki ghetto tersebut, anggota Organisasi Tempur Yahudi (Zydowska Organizacja Bojowa; ZOB), dan kelompok Yahudi lainnya menyerang tank-tank Jerman dengan bom Molotov, granat tangan, dan sedikit senapan kecil. Kendati terkejut oleh kegarangan perlawanan tersebut, Jerman dapat mengakhiri pertempuran besar itu dalam beberapa hari. Namun, diperlukan waktu hampir satu bulan bagi tentara Jerman yang sangat unggul itu sebelum mereka dapat sepenuhnya mengamankan ghetto dan secara virtual mendeportasi hampir semua penghuni yang tersisa. Selama berbulan-bulan setelah pemberontakan ghetto Warsawa berakhir, pemberontak Yahudi perorangan terus bersembunyi di balik reruntuhan ghetto yang dipatroli oleh SS dan unit kepolisian untuk mencegah serangan terhadap personel Jerman.

Reruntuhan ghetto Warsawa setelah pemberontakan ghetto Warsawa.

Pada tahun yang sama, penghuni ghetto bangkit melawan Jerman di Vilna (Vilnius), Bialystok, dan sejumlah ghetto lainnya. Banyak pejuang ghetto yang mengangkat senjata setelah mengetahui bahwa mayoritas penghuni ghetto telah dideportasi ke pusat-pusat pembantaian; dan setelah mengetahui bahwa perlawanan mereka saat itu bahkan tidak dapat melindungi sisa-sisa orang Yahudi yang tidak dapat bertempur dari kebinasaan. Namun mereka bertempur demi kehormatan Yahudi dan melakukan pembalasan atas pembantaian terhadap begitu banyak orang Yahudi.

Ribuan pemuda Yahudi melawan dengan melarikan diri dari ghetto ke hutan. Di sana, mereka bergabung dengan unit partisan Soviet atau membentuk unit partisan tersendiri untuk mengusik penjajah Jerman.

Meskipun banyak anggota dewan Yahudi (Judenrat) yang terpaksa bekerja sama dengan Jerman hingga mereka sendiri dideportasi, beberapa di antaranya seperti ketua dewan Yahudi, Moshe Jaffe di Minsk, melawan dengan menolak patuh saat pihak Jerman memerintahkannya untuk menyerahkan orang Yahudi untuk dideportasi pada Juli 1942.

Chaim Engel mengenang pemberontakan Sobibor dan pelariannya

Para tahanan Yahudi bangkit melawan penjaga mereka di tiga pusat pembantaian. Di Treblinka pada Agustus 1943 dan Sobibor pada Oktober 1943, para tahanan yang bermodalkan senjata curian menyerang staf SS dan penjaga bantuan yang dilatih di Trawniki. Jerman dan pendukungnya menghabisi sebagian besar pemberontak, selama pemberontakan atau sesudahnya, setelah mengejar mereka yang melarikan diri. Namun begitu, puluhan tahanan dapat lolos dari pengejar mereka dan bertahan hidup dalam perang. Pada Oktober 1944, di Auschwitz-Birkenau, anggota Detasemen Khusus Yahudi (Sonderkommando) memberontak terhadap penjaga SS. Hampir 250 orang tewas selama pemberontakan tersebut; penjaga SS menembak 200 orang lainnya setelah pemberontakan itu dipadamkan. Beberapa hari kemudian, SS mengidentifikasi lima wanita, empat di antaranya adalah orang Yahudi, yang ikut memasok bahan peledak untuk anggota Sonderkommando guna meledakkan sebuah krematorium. Kelima wanita itu pun tewas.

Di banyak negara yang diduduki oleh atau bersekutu dengan Jerman, perlawanan Yahudi sering kali terjadi dalam bentuk pemberian bantuan dan penyelamatan. Otoritas Yahudi di Palestina mengirim penerjun payung rahasia seperti Hannah Szenes ke Hungaria dan Slovakia pada tahun 1944 untuk memberikan bantuan apa pun yang dapat mereka sediakan bagi orang Yahudi yang berada dalam persembunyian. Di Prancis, berbagai elemen bawah tanah Yahudi bergabung untuk membentuk beragam kelompok perlawanan, termasuk Armée Juive (Tentara Yahudi) yang beroperasi di selatan Prancis. Banyak orang Yahudi yang berperang sebagai anggota gerakan perlawanan nasional di Belgia, Prancis, Italia, Polandia, Yugoslavia, Yunani, dan Slovakia.

Tidak lama sebelum pembebasan oleh pasukan Sekutu, pejuang perlawanan Prancis melancarkan pemberontakan di seluruh wilayah Prancis yang diduduki.

Kaum Yahudi di ghetto dan kamp juga merespons penindasan Nazi dengan berbagai bentuk perlawanan spiritual. Mereka melakukan upaya sadar untuk melestarikan sejarah dan kehidupan adat masyarakat Yahudi meskipun Nazi berupaya untuk menghapus Yahudi dari ingatan manusia. Upaya ini mencakup: membentuk lembaga budaya Yahudi, tetap menjalani hari raya dan ritual keagamaan, menyediakan pendidikan secara diam-diam, menerbitkan surat kabar bawah tanah, serta mengumpulkan dan menyembunyikan dokumentasi, seperti dalam hal arsip Oneg Shabbat di Warsawa yang akan menceritakan kisah kaum Yahudi di ghetto Warsawa, meskipun dihancurkan pada tahun 1943.