Setelah invasi Jerman ke Belanda pada bulan Mei 1940, pemerintahan sipil dibentuk di bawah naungan SS. Arthur Seyss-Inquart ditunjuk sebagai Komisar Reich. Ia memimpin pemerintahan Jerman yang mencakup banyak orang Nazi Kelahiran Austria. Secara bergantian mereka mengawasi pegawai negeri Belanda. Pengaturan ini terbukti membawa nasib buruk bagi Yahudi Belanda di kemudian hari.

Selama tahun 1940, pemerintah pendudukan Jerman melarang orang Yahudi menjadi pegawai negeri dan mengharuskan orang Yahudi mendaftarkan aset bisnisnya. Pada bulan Januari 1941, pemerintah Jerman mengharuskan semua orang Yahudi mendaftarkan diri mereka sebagai orang Yahudi. Sebanyak 159.806 orang terdaftar, termasuk 19.561 orang yang lahir dari perkawinan campuran. Dari jumlah total tersebut termasuk sekitar 25.000 pengungsi Yahudi dari Reich Jerman. Dewan Yahudi dibentuk pada bulan Februari 1941.

Penangkapan ratusan remaja Yahudi (dikirim ke kamp konsentrasi Buchenwald dan Mauthausen) menyebabkan terjadinya pemogokan umum oleh pekerja Belanda pada 25 Februari 1941, dan semakin kerasnya kebijakan Nazi. Pemerintah Jerman dan kaki tangan Belanda-nya memisahkan orang Yahudi dari penduduk Belanda, dan memenjarakan 15.000 orang Yahudi di kamp-kamp kerja paksa yang dikelola Jerman. Kemudian Jerman memerintahkan pemusatan orang Yahudi di Amsterdam serta mengirim orang Yahudi asing dan tanpa kewarganegaraan ke kamp persinggahan Westerbork di bagian timur laut negara itu. Beberapa orang Yahudi provinsi yang tersisa dikirim ke kamp Vught. Sejak 29 April 1942, orang Yahudi diharuskan mengenakan Bintang Daud berwarna kuning pada pakaiannya.

Deportasi orang Yahudi dari Belanda mulai dilakukan pada musim panas tahun 1942. Kereta api terakhir dari Westerbork menuju Auschwitz adalah pada 3 September 1944. Selama dua tahun ini, Jerman dan kaki tangannya Belanda-nya mendeportasi 107.000 orang Yahudi, sebagian besar ke Auschwitz dan Sobibor, di mana mereka dibantai. Hanya 5.200 orang yang selamat. Selain itu, sebanyak 25.000-30.000 orang Yahudi bersembunyi dengan bantuan gerakan bawah tanah Belanda. Dua pertiga dari orang Yahudi Belanda yang bersembunyi berhasil selamat.

Keadaan geografis Belanda menyebabkan sulitnya melarikan diri. Efisiensi pemerintah Jerman yang kejam dan kerja sama sukarela dengan pemerintah dan polisi Belanda menjadi malapetaka bagi orang-orang Yahudi Belanda. Orang Yahudi Belanda yang selamat dalam Holocaust kurang dari 25 persen.