Kolaborasi
Otoritas Jerman membutuhkan bantuan negara-negara Sekutu dan kolaborator lokal di wilayah yang mereka duduki untuk menerapkan "Solusi Akhir." Para kolaborator melakukan sejumlah kejahatan paling keji selama era Holocaust.
Fakta Utama
-
1
Pemerintah sekutu, polisi, dan otoritas militer telah membantu dalam penangkapan dan pendeportasian orang Yahudi ke pusat-pusat pembantaian, ikut serta secara aktif dalam pembantaian kaum Yahudi, dan dalam beberapa kasus melakukan tindakan keji terhadap warga Yahudinya.
-
2
Di wilayah yang mereka duduki (terutama di timur) Jerman mengandalkan kaki tangannya dari warga setempat (kaum sipil, militer, dan polisi) untuk melakukan pemusnahan penduduk Yahudi.
-
3
Otoritas pemerintah Sekutu dan kaki tangan dari warga setempat di wilayah-wilayah yang diduduki Jerman merupakan kunci dalam melakukan perampasan, pendeportasian untuk tenaga kerja paksa, dan pembantaian massal penduduk non-Yahudi. Hal ini terutama terlihat jelas di wilayah Polandia, Uni Soviet, dan Serbia yang diduduki Jerman.
Di Eropa, antisemitisme, nasionalisme, kebencian etnis, anti-komunisme, dan warga yang terbujuk oleh kesempatan di negara-negara yang diduduki Jerman berkolaborasi dengan rezim Nazi dalam pemusnahan kaum Yahudi Eropa dan dalam kebijakan rasis Nazi lainnya. Kolaborasi tersebut merupakan unsur penting dalam penerapan "Solusi Akhir” dan pembantaian massal terhadap kelompok lainnya yang menjadi sasaran rezim Nazi. Para kolaborator melakukan sejumlah kekejian terparah di era Holocaust.
Para mitra Poros Eropa Jerman bekerja sama dengan rezim Nazi dengan mengumumkan dan memberlakukan perundangan-undangan anti-Yahudi dan, dalam beberapa kasus, dengan mendeportasi penduduk dan/atau warga Yahudinya ke tahanan Jerman sebelum kemudian digiring ke pusat-pusat pembantaian atau kamp kerja paksa. Di beberapa negara Poros, organisasi paramiliter fasis meneror, merampok dan membantai Yahudi pribumi, baik atas arahan Jerman atau pun atas inisiatif mereka sendiri. Garda Hlinka di Slovakia, Garda Besi di Rumania, Ustasa di Kroasia, dan Arrow Cross di Hungaria bertanggung jawab atas kematian ribuan orang Yahudi di wilayah mereka masing-masing. Di negara ini dan negara lainnya, personel militer, polisi, dan gendarmerie memainkan peran utama dalam perampasan, konsentrasi, dan deportasi terhadap warga Yahudi di negara mereka. Di Hungaria, Slovakia, Kroasia, Bulgaria, dan negara Prancis (Vichy), polisi, militer, dan petugas gendarmerie berperan penting dalam penerapan kebijakan inisiatif Jerman untuk mendeportasi warga Yahudi di wilayah yang berada di bawah pengaruh atau kendali mereka ke pusat-pusat pembantaian di Timur.
Pemerintah Ustasa di Kroasia membangun kamp konsentrasinya sendiri. Menjelang pengujung 1942, otoritas Kroasia telah membantai lebih dari dua pertiga dari orang Yahudi Kroasia (sekitar 25.000), banyak di antaranya di sistem kamp Jasenovac. Polisi Kroasia dan milisi Ustasa juga membantai antara 320.000 hingga 340.000 etnik Serbia, sebagian di antaranya di Jasenovac, tapi mayoritas dilakukan di desa-desa di mana mereka tinggal. Para pejabat Slovak mendeportasi hampir 80% dari penduduk Yahudi Slovakia dengan bekerja sama dengan Jerman selama tahun 1942.
Kendati mereka berkolaborasi dengan Jerman dalam banyak cara, termasuk dalam mengumumkan perundang-undangan antisemit, baik Italia maupun Hungaria tidak mendeportasi kaum Yahudi hingga saat Jerman secara langsung menduduki negara tersebut. Bulgaria menyambut kerja sama dengan Jerman dalam mendeportasi kaum Yahudi dari wilayah yang diduduki Bulgaria sebagai akibat dari pemecahan Yugoslavia oleh Poros dan pendudukan Yunani. Otoritas Bulgaria, sebagai respons terhadap penentangan yang meluas dan bahkan keraguan terhadap partai pemerintahnya yang berkuasa, menolak mendeportasi kaum Yahudi dari wilayah Bulgaria. Namun begitu, mereka merampas harta-benda orang-orang di komunitas Yahudi dan mengerahkan pria Yahudi untuk kerja paksa dari tahun 1943 hingga 1944. Gendarmerie dan unit militer Rumania secara langsung membantai dan mendeportasi kaum Yahudi Rumania dan Ukraina di provinsi Bukovina dan Bessarabia yang dicaplok kembali serta di Transnistria di Ukraina yang dikuasai Rumania. Namun begitu, pemerintah Rumania menolak mendeportasi kaum Yahudi dari provinsi inti Rumania (Moldavia, Wallachia, Transylvania selatan, dan Banat).
Banyak orang di negara dan wilayah yang diduduki Jerman berkolaborasi dengan otoritas pendudukan Jerman. Para kolaborator Estonia, Latvia, Lituania, Ukraina, dan etnik Jerman memainkan peran signifikan dalam pembantaian kaum Yahudi di Eropa Timur dan Tenggara. Banyak di antaranya yang bertugas sebagai penjaga batas luar di pusat-pusat pembantaian dan terlibat dalam pembantaian dengan gas beracun terhadap ribuan orang Yahudi. Yang lainnya, terutama etnik Jerman dari Eropa Tenggara, bertugas di sistem kamp konsentrasi Nazi, terutama setelah tahun 1942.
Penduduk Lituania, Latvia, Estonia, Belorussia, dan Ukraina secara spontan membentuk kelompok-kelompok yang kemudian dibersihkan dan ditata ulang oleh SS dan polisi Jerman. Sejak awal, para anggota dari kelompok “partisan” atau “pertahanan diri” ini membantai ratusan orang Yahudi serta orang Komunis dan mereka yang diduga Komunis. Unit-unit yang ditata ulang Jerman menjadi kaki tangan polisi yang bengis dan andal yang membantu otoritas-sipil, militer, SS Jerman dan polisi Jerman--dalam pembantaian massal ratusan ribu orang Yahudi dan jutaan orang non-Yahudi di wilayah Uni Soviet yang diduduki. Selama masa pendudukan, Jerman terus merekrut kaki tangan untuk angkatan kepolisian, unit militer, dan pemerintahan sipilnya dari penduduk pribumi di Uni Soviet.
Pemerintah negara Prancis (Vichy) bekerja sama dengan Jerman dengan memberlakukan Statut des Juifs (Undang-Undang Yahudi), yang menetapkan Yahudi berdasarkan ras dan membatasi hak-hak mereka. Otoritas Vichy juga secara aktif berkolaborasi dan bahkan berinisiatif mendirikan kamp-kamp penahanan di Prancis selatan, menangkap orang Yahudi asing dan Yahudi Prancis, dan membantu dalam pendeportasian Yahudi (sebagian besar orang Yahudi asing yang menetap di Prancis) ke pusat-pusat pembantaian di Polandia yang diduduki Jerman. Pemerintah Vichy juga menyerahkan pejuang Spanyol dan internasional yang mempertahankan Republik Spanyol dari pemberontak Prancis kepada Jerman. Setelah kemenangan Prancis dan pembentukan rezim konservatif dan otoriter pada 1939, mereka yang disebut dengan orang Republik Spanyol atau “Spanyol Merah” ini mencari perlindungan di Prancis dari persekusi tertentu dan dari ancaman kematian jika mereka tetap tinggal di Spanyol. Setelah negara Prancis (Vichy) menyerahkan ribuan pengungsi tersebut ke Jerman, Jerman pun menahan mereka di kamp-kamp konsentrasi, di mana ribuan orang di antara mereka tewas.
Setelah Jerman menginvasi Norwegia pada April 1940, Vidkun Quisling, seorang fasis Norwegia, mengumumkan dirinya sebagai perdana menteri. Tak lama Jerman pun menjadi kecewa dengannya dan membentuk pemerintahannya sendiri, tapi kadang-kadang menggunakan Quisling sebagai pemimpin boneka--nama Quisling masuk ke dalam kamus bahasa Inggris sebagai suatu istilah yang berarti seseorang yang mengkhianati negaranya melalui kolaborasi dengan musuh yang melakukan pendudukan. Polisi dan pasukan paramiliter Norwegia membantu SS dan unit polisi Jerman dalam pendeportasian orang Yahudi ke Auschwitz-Birkenau. Begitu juga dengan penduduk sipil lokal dan otoritas polisi, mereka berkolaborasi erat dengan Jerman di Belgia dan Belanda dalam mengepung dan mendeportasi orang Yahudi yang bermukim di kedua negara tersebut.
Baik di wilayah yang diduduki Jerman maupun di wilayah mitra Poros Eropa Jerman, para petugas propaganda pribumi berkolaborasi dengan otoritas pendudukan Jerman atau dengan pemerintah mereka dalam upaya melegitimasikan ekspansi Poros melalui agresi dan kebijakan permukiman dan rasial yang dimulai oleh Poros, termasuk dan khususnya pembinasaan kaum Yahudi Eropa dan pembantaian massal kelompok lainnya yang menjadi sasaran Jerman Nazi dan mitra Porosnya. Propaganda tersebut membantu dalam menghilangkan hambatan pada penduduk lokal untuk berpartisipasi dalam perampasan, pendeportasian, dan pembantaian massal. Poros, terutama Jerman dan Italia, juga mengerahkan petugas propaganda asing dan kolaborator yang merupakan warga atau penduduk dari negara-negara Sekutu atau koloni mereka di Afrika dan Asia untuk melegitimasi kekerasan, melalui siaran radio, terhadap kaum Yahudi Eropa dan di tempat lain serta terhadap pemerintah negara Sekutu yang memimpin perlawanan terhadap Jerman Nazi.
Otoritas Jerman membutuhkan bantuan negara-negara Poros dan kolaborator dari penduduk pribumi di wilayah-wilayah yang mereka duduki untuk menerapkan "Solusi Akhir." Pemerintah negara-negara Poros, polisi, dan otoritas militer membantu dalam pengepungan dan pendeportasian terhadap kaum Yahudi ke pusat-pusat pembantaian, berpartisipasi secara aktif dalam pembantaian terhadap kaum Yahudi, dan dalam beberapa kasus melakukan aksi kejam terhadap sesama warga Yahudi di perbatasan negara mereka. Di wilayah yang mereka duduki (terutama di Timur), Jerman tergantung pada kaki tangan dari penduduk pribumi (sipil, militer, dan polisi) untuk melaksanakan pemusnahan penduduk Yahudi.
Baik otoritas pemerintah Poros maupun kaki tangan pribumi di wilayah yang diduduki German berperan penting dalam menerapkan kebijakan perampasan, pendeportasian untuk kerja paksa, dan pembantaian massal terhadap penduduk non-Yahudi, terutama di Polandia yang diduduki Jerman, Uni Soviet yang Diduduki Jerman, dan Serbia yang Diduduki Jerman.
Bacaan Lebih Lanjut
Curtis, Michael. Verdict on Vichy: Power and Prejudice in the Vichy France Regime. New York: Arcade Pub, 2002.
Davies, Peter. Dangerous Liaisons: Collaboration and World War Two. Harlow: Pearson Education, 2004.
Dahl, Hans Fredrik. Quisling: A Study in Treachery. Cambridge, UK: Cambridge University Press, 1999
De?k, Istv?n, Jan T. Gross, and Tony Judt. The Politics of Retribution in Europe: World War II and Its Aftermath. Princeton, NJ: Princeton University Press, 2000.
Gaunt, David, Paul A. Levine, and Laura Palosuo, editors. Collaboration and Resistance During the Holocaust: Belarus, Estonia, Latvia, Lithuania. Bern: Peter Lang, 2004.
Tomasevich, Jozo. War and Revolution in Yugoslavia, 1941-1945: Occupation and Collaboration. Stanford: Stanford University Press, 2001.