Barbara adalah anak sulung dari dua putri bersaudara yang lahir dari orang tua Yahudi di ibu kota Jerman, Berlin. Ayah Barbara seorang pengacara yang sukses. Begitu Barbara sudah cukup umur untuk berjalan, dia membawanya jalan-jalan keliling Berlin untuk menikmati pemandangan dan mengunjungi museum seni rupa kota itu. Barbara gemar menunggang kuda dan bercita-cita menjadi seorang penari.
1933-39: Setelah Nazi naik ke tampuk kekuasaan pada bulan Januari 1933, ayahku tidak boleh melayani klien non-Yahudi karena melanggar hukum. Usaha kantor hukumnya dengan cepat gulung tikar. Kemudian pada tahun itu, ketika aku berusia 7 tahun, keluarga kami pindah ke Belanda tempat ibuku mempunyai kerabat. Aku meneruskan sekolahku di Amsterdam dan dengan cepat belajar bahasa Belanda. Meskipun kami tidak lagi tinggal di sebuah rumah besar dengan para pelayan, aku menyukai Amsterdam--suasananya jauh lebih santai daripada Berlin.
1940-44: Jerman menginvasi Belanda pada bulan Mei 1940. Dua tahun kemudian, ketika mereka mulai mendeportasi orang Yahudi dalam jumlah besar, pacarku, Manfred, memberitahuku bahwa deportasi-deportasi ke "kamp kerja" ini sesungguhnya berarti kematian. Dia mendapatkan KTP palsu buatku dan keluargaku, dan berujar, "Kalau kau sampai dipanggil, jangan pergi." Aku bertanya, "Apa yang akan terjadi terhadap orang tuaku jika aku tidak pergi?" "Tidak sesuatu apa pun selain yang toh akan terjadi," jawabnya. "Apa maksudmu?" tanyaku, dan dia menjawab, "Siapa pun yang pergi akan dibunuh. Mereka semua akan mati."
Barbara terus bersembunyi hingga bulan Mei 1945, ketika Amsterdam dibebaskan oleh pasukan Kanada. Dia beremigrasi ke Amerika Serikat pada bulan November 1947.
Lihat Item