Pada 11–13 Maret 1938, Jerman Nazi mencaplok negara tetangga Austria (Österreich). Peristiwa ini dikenal dengan istilah "Anschluss" yang merupakan kata dalam bahasa Jerman yang berarti "koneksi" atau "bergabung." 

Austria, 1933

Dengan mencaplok Austria, Nazi melanggar Perjanjian Versailles dan Perjanjian Saint-Jerman. Kedua perjanjian ini secara tegas melarang penyatuan Austria dan Jerman. Anschluss menunjukkan penghinaan Nazi terhadap tatanan Eropa pasca Perang Dunia I dan merupakan tindakan ekspansi wilayah pertama yang dilakukan oleh Jerman Nazi.

Negara besar Eropa lainnya tidak menghukum Nazi yang telah melanggar perjanjian internasional. Penerimaan mereka terhadap Anschluss adalah aksi pemuasan signifikan yang memungkinkan Adolf Hitler untuk melanjutkan kebijakan ekspansifnya tanpa pengawasan. 

Anschluss tersebut telah mentransformasi Austria. Nyaris dalam semalam, negara Austria tidak lagi eksis. Pada hari-hari, minggu-minggu dan bulan-bulan berikutnya, Nazi Austria dan Jerman melakukan Nazifikasi di semua aspek kehidupan Austria. Banyak orang Austria yang antusias berpartisipasi dalam upaya ini. Setelah Anschluss tersebut, Austria menganiaya penduduk Yahudi yang tinggal di negara itu. Mereka memberlakukan kebijakan Nazi dan bertempur dalam Perang Dunia II. Austria juga berpartisipasi dalam pembantaian massal kaum Yahudi Eropa.

Anschluss tersebut tidak dapat dihindari, dan demikian pula dengan Nazifikasi yang berlangsung cepat di Austria. Namun, faktor dan peristiwa sejarah tertentu memfasilitasi proses ini.

Etnis Jerman di Austria 

Dalam periode antara Perang Dunia I dan Perang Dunia II, Austria merupakan negara berpenduduk sekitar 6,5 juta orang. Sebagian besar orang Austria ini menganggap diri mereka sebagai etnis Jerman. 

Pada saat itu, jutaan orang yang menganggap diri mereka sebagai orang Jerman tinggal di luar Jerman. Banyak dari mereka tinggal di daerah yang sebelumnya merupakan bagian dari Kekaisaran Austro-Hungaria.1 Austria-Hungaria runtuh pada 1918 pada akhir Perang Dunia I. Negara-negara baru ini didirikan sebagai gantinya, dan di antaranya adalah Austria, Cekoslowakia dan Polandia. Negara-negara ini adalah tempat tinggal bagi jutaan orang yang menganggap diri mereka sebagai orang Jerman dan yang berbicara dalam bahasa Jerman sebagai bahasa utama mereka. 

Pada 1920-an, banyak orang Austria yang tidak dapat membayangkan bahwa negara mereka dapat bertahan secara ekonomi tanpa wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Austria-Hungaria. Sejumlah orang Austria berharap untuk memecahkan masalah ini dengan mengembalikan bentuk kekaisaran, sementara yang lainnya ingin Austria bersatu dengan Jerman. Harapan untuk menyatukan Austria dan Jerman bukanlah hal baru. Diskusi dan perdebatan mengenai peran Austria dalam negara-bangsa Jerman telah dimulai pada abad ke-19. 

Perjanjian damai yang mengakhiri Perang Dunia I secara tegas melarang bersatunya Jerman dan Austria. Para pemimpin Eropa khawatir bahwa Jerman dan Austria yang bersatu akan menjadi terlalu besar dan kuat. Perjanjian keuangan internasional berikutnya juga mengharuskan Austria untuk tetap independen dari Jerman. 

Rencana Adolf Hitler untuk Austria

Adolf Hitler dan Nazi ingin menggambar ulang peta Eropa pascaperang Dunia I. Hitler dan Nazi menganggap perbatasan internasional pascaperang sebagai sesuatu yang tidak adil dan tidak sah. Mereka mengklaim bahwa orang Jerman tidak diberi hak menentukan nasib sendiri. Menggambar ulang perbatasan Eropa akan memungkinkan Nazi mencapai dua tujuan utama:

  • menyatukan semua orang Jerman dalam kekaisaran Jerman Nazi;
  • dan memperoleh Lebensraum ("ruang hidup") di Eropa timur.

Pencaplokan Austria akan membantu Nazi mencapai tujuan pertama. 

Adolf Hitler mengungkapkan keinginannya untuk persatuan Austro-Jerman dalam tulisan dan pidatonya yang paling awal. Poin pertama dalam Platform Partai Nazi (1920) berbunyi: 

“Kami menuntut persatuan semua orang Jerman di Jerman Raya (Großdeutschland) atas dasar hak penentuan nasib sendiri secara nasional.” 

Hitler membuka autobiografi dan karya politiknya Mein Kampf dengan visinya tentang hubungan masa depan antara Austria dan Jerman. Dia menulis,

“...penyatuan kembali [Jerman dan Austria] adalah tugas kehidupan yang harus dilakukan dengan segala cara! Jerman-Austria harus dikembalikan ke Tanah Air Jerman raya…Orang-orang berdarah sama harus berada di REICH yang sama.” 

Pada Januari 1933, Adolf Hitler diangkat menjadi Kanselir Jerman. Sebagai kanselir, ia benar-benar berniat untuk mewujudkan persatuan Austro-Jerman. Namun, Jerman pada saat itu belum siap untuk serta-merta melaksanakan tujuan kebijakan luar negeri Hitler secara militer dan diplomatik. Pertama, Hitler dan para pemimpin Nazi lainnya berfokus pada pembentukan kediktatoran Nazi. Namun, di balik layar, para pemimpin Nazi mulai merencanakan perluasan wilayah dan perang Eropa tak lama setelah mereka meraih kekuasaan. 

Kebangkitan dan Dampak Gerakan Nazi Austria

Hitler berencana meraih kekuasaan di Austria melalui Partai Nazi Austria. Namun, pada akhir 1920-an dan awal 1930-an, Partai Nazi Austria adalah partai yang lemah, terpecah dan tidak efektif. Anggota partai tidak menyetujui hubungan mereka dengan Hitler dan rekan-rekan Jerman mereka. Namun, pada 1931, sebagian besar Nazi Austria mengakui Hitler sebagai pemimpin mereka. Hitler, pada gilirannya, menunjuk seorang Nazi Jerman untuk membawa partai Austria sejalan dengan misinya. 

Nazi Austria memperoleh pendukung pada periode 1931–1932 ketika popularitas Hitler di Jerman meningkat. Hal ini bahkan lebih terlihat di seluruh Austria setelah Hitler diangkat menjadi kanselir Jerman pada Januari 1933. 

Selama bertahun-tahun, politik Austria diwarnai oleh pertikaian internal dan kekerasan politik. Kebangkitan Nazi pada 1933 semakin mengacaukan situasi tersebut. Memanfaatkan momen itu, Kanselir Austria Engelbert Dollfuss mentransformasi Austria dari republik demokratik menjadi rezim otoriter sayap kanan di bawah kendalinya. Pemerintah ini dikenal sebagai Negara Korporat (Ständestaat). Pemerintahan ini juga disebut sebagai negara Austrofasis atau rezim Dollfuss-Schuschnigg. Pemerintah Dollfuss secara diplomatis bersekutu dengan Italia Fasis dan Hungaria yang otoriter. 

Seperti sekutunya, Kanselir Dollfuss berkomitmen untuk menghancurkan politik kiri di Austria. Namun, Dollfuss dan kaum Austrofasis bukanlah Nazi.  

Operasi Teror Nazi di Austria, 1933

Trem yang dihiasi dengan swastika melewati papan iklan yang menampilkan wajah Hitler.

Mulai Mei 1933, Nazi Austria melancarkan propaganda dan operasi teror. Operasi ini didorong dan didanai oleh Jerman. Tujuan Nazi adalah untuk melemahkan rezim Dollfuss dengan membuatnya terlihat tidak kompeten. Mereka melakukan protes yang mengacau dan berkelahi dengan lawan politik dan polisi. Nazi Austria meledakkan bahan peledak dan bom gas air mata di tempat-tempat umum dan tempat usaha milik orang Yahudi. 

Jerman mengklaim bahwa pemerintah Austria memperlakukan Nazi Austria secara tidak adil. Pada akhir Mei 1933, pemerintah Jerman mengumumkan sanksi ekonomi terhadap Austria. Sanksi ini disebut sebagai "1.000 Mark Sperre" yang mengharuskan orang Jerman membayar biaya bea cukai 1.000 Mark untuk melakukan perjalanan ke Austria. Sanksi ini melumpuhkan industri pariwisata Austria, yang sangat tergantung pada Jerman. 

Dalam menghadapi terorisme Nazi, pemerintah Austria bekerja untuk mempertahankan kekuasaannya dan menjaga kedaulatan Austria. Pada Juni 1933, sebagai tanggapan atas pengeboman Nazi yang fatal, rezim Dollfuss melarang Partai Nazi Austria dan afiliasinya. Gerakan Nazi pun menjadi ilegal di Austria. 

Namun, Nazi Austria terus beroperasi secara ilegal di dalam negeri. Banyak orang yang senang mencari cara untuk menumbangkan larangan tersebut. Selain itu, ribuan Nazi Austria melarikan diri melintasi perbatasan dan masuk ke Jerman. Di sana, mereka membentuk unit paramiliter yang dikenal sebagai Legiun Austria (Pasukan Österreichische). Jerman Nazi membekali pelatihan militer untuk legiun itu. Kehadiran mereka menjadi ancaman militer di perbatasan Austro-Jerman. 

Kegagalan Kudeta Nazi di Austria, Juli 1934

Pada 25 Juli 1934, Nazi Austria berupaya menggulingkan pemerintah Austria. Anggota SS Wina mengambil alih kendali kekanseliran Austria, tempat di mana kabinet telah mengadakan rapat. Dalam prosesnya, para konspirator menembak dan membunuh Kanselir Dollfuss. Komplotan lain menguasai stasiun radio negara di Wina dan mengumumkan kudeta sebelum waktu yang semestinya. Di luar Wina, Nazi Austria lainnya juga memberontak melawan pemerintah.

Namun, mayoritas warga Austria tetap setia kepada pemerintah. Pasukan militer dan polisi Austria dengan cepat mengalahkan para konspirator tersebut. Upaya kudeta pun gagal. Diktator Italia Benito Mussolini mengirim pasukan ke perbatasan Austro-Italia untuk mempertahankan kedaulatan Austria. Mussolini berteman dan bersekutu dengan Dollfuss dan sangat marah dengan upaya kudeta dan pembunuhan itu. Austria menjadi titik utama pertikaian antara Italia dan Jerman.

Sekarang jelaslah bahwa kudeta tersebut diperintahkan oleh Hitler, mungkin sekitar Juni 1934. Theodor Habicht, pemimpin gerakan Nazi Austria yang ditunjuk Hitler, merencanakan pemberontakan itu bersama dengan Nazi Austria. 

Ketika kudeta itu gagal, Hitler membantah keterlibatan apa pun. Rezim Nazi dengan berbohong mengklaim bahwa itu adalah rencana jahat yang dilakukan oleh gerakan Nazi Austria. Dampak dari plot tersebut memperjelas bahwa Nazi harus mau menunggu untuk menguasai Austria. Mereka pun bersedia untuk bertindak lebih lambat demi meraih hasil yang sukses. 

Setelah kematian Dollfuss, Kurt von Schuschnigg mengambil alih kekuasaan sebagai kanselir dan diktator Austria. Dia melanjutkan sebagian besar kebijakan otoriter pendahulunya. Pemerintah Austria menangkap ribuan Nazi Austria, termasuk sejumlah konspirator.

Isolasi Diplomatik Austria

Setelah kudeta yang gagal tersebut, hubungan Austro-Jerman menjadi sumber perhatian internasional, terutama oleh Mussolini, Italia, yang awalnya memperlakukan Austria sebagai kubu penyangga antara Italia dan Jerman Nazi. Namun, hubungan Italia Fasis dan Jerman Nazi mulai erat pada periode 1935–1936. Mussolini mulai menekan Schuschnigg untuk bekerja sama dengan Jerman. 

Pada musim dingin 1937–1938, Austria mendapati dirinya terisolasi secara diplomatis dan harus menghadapi Jerman Nazi yang semakin agresif. Masyarakat internasional tidak terlalu berminat dalam menjaga kemerdekaan Austria. Pada saat itu, baik Prancis maupun Inggris telah menerima penyatuan Austro-Jerman sebagai hal yang tak terelakkan. Represi brutal rezim Dollfuss terhadap kubu Sosial Demokrat Austria pada Februari 1934 tidak membuat mereka mendapatkan dukungan dari negara-negara seperti Inggris dan Prancis. Bahkan Mussolini tidak lagi menjadi penjamin kemerdekaan Austria yang dapat diandalkan. 

Awal dari sebuah akhir: Perjanjian Berchtesgaden, Februari 1938 

Pada 12 Februari 1938, kanselir Austria Schuschnigg melakukan perjalanan untuk bertemu dengan Hitler. Schuschnigg berharap akan membahas ketegangan antara Austria dan Jerman. Namun, Hitler sudah siap untuk mengambil kendali penuh atas Austria. Dia membuat serangkaian tuntutan yang meliputi: 

  • Kebijakan luar negeri dan militer Austria harus dikoordinasikan dengan kebijakan Jerman;
  • Arthur Seyss-Inquart dari Nazi Austria harus ditugaskan untuk urusan kepolisian dan keamanan;
  • Nazi Austria yang telah dipenjarakan oleh pemerintah Austria harus diberi amnesti.

Hitler menggunakan kehadiran beberapa jenderal Jerman untuk mengintimidasi Schuschnigg. Schuschnigg menyerah dan menandatangani perjanjian tersebut. Dinamai sesuai dengan kota tempat penandatanganannya, perjanjian ini dikenal dengan nama Perjanjian Berchtesgaden. Perjanjian ini menggerogoti kedaulatan dan kemerdekaan Austria. 

Upaya Terakhir untuk Menegaskan Kemerdekaan Austria

Pada 9 Maret, kanselir Austria Schuschnigg berupaya untuk menegaskan kemerdekaan Austria untuk terakhir kalinya. Dia mengadakan plebisit (referendum). Plebisit dijadwalkan pada Minggu, 13 Maret 1938. 

Referendum tersebut meminta pemilih untuk mendukung atau menolak seruan berikut untuk kemerdekaan Austria: 

“Untuk Austria yang merdeka dan Jerman, independen dan sosial, untuk Austria yang Kristen dan bersatu! Untuk perdamaian dan pekerjaan dan kesetaraan bagi semua orang yang mengakui Volk dan Tanah Air.” 

Keesokan harinya, propaganda yang mendesak para pemberi suara untuk mendukung kemerdekaan Austria bermunculan di mana-mana. Propaganda itu bahkan dicat di jalan-jalan dan trotoar. Schuschnigg berharap plebisit akan menunjukkan kepada masyarakat internasional bahwa Austria ingin tetap merdeka. Dia memperkirakan hasilnya akan mendukung kemerdekaan sebanyak 65% dan menentang sebanyak 35%. 

Hitler menjadi murka karena plebisit itu dan memutuskan untuk mengambil tindakan. 

Kronologi: Anschluss, 11–13 Maret 1938

Anschluss, Maret 1938

Anschluss berlangsung selama tiga hari pada Maret 1938. Meskipun ancaman Nazi terhadap Austria sudah tampak jelas selama bertahun-tahun, orang-orang masih terkejut dan tidak siap. 

Jumat, 11 Maret 1938

Pada 11 Maret, Hitler memberikan serangkaian ultimatum kepada pemerintah Austria:

  • Kanselir Schuschnigg harus membatalkan plebisit;
  • Schuschnigg harus mengundurkan diri sebagai kanselir;
  • Presiden Austria Wilhelm Miklas harus menunjuk seorang Nazi Austria Arthur Seyss-Inquart sebagai kanselir Austria yang baru. 

Jika semua tuntutan tersebut tidak dipenuhi, militer Jerman akan menyerang Austria. Schuschnigg pun menyerah. Malam itu, radio Austria mengumumkan pembatalan plebisit mendatang terkait kemerdekaan Austria. 

Tak lama kemudian, pada pukul 19.47, Kanselir Schuschnigg memberikan pidato radio yang disiarkan ke seluruh Austria. Dia mengumumkan pengunduran dirinya di tengah-tengah tekanan Jerman. Schuschnigg menginstruksikan warga Austria dan militer Austria untuk tidak melawan pasukan Jerman jika mereka menyerbu. Dia tidak mau berperang atau menumpahkan darah untuk kemerdekaan Austria.

Dalam beberapa menit setelah pengunduran diri Schuschnigg, ban lengan dan bendera swastika pun bermunculan di jalan-jalan. Nazi Austria kini memiliki kebebasan untuk menyerang lawan politiknya dan orang Yahudi tanpa khawatir akan akibatnya. Mereka merebut kekuasaan di gedung-gedung pemerintah dan mendominasi jalan-jalan dengan parade obor, yel dan penghormatan kepada Hitler. 

Nazi Austria mengambil alih negara itu tanpa melepaskan satu tembakan pun. 

Orang-orang Yahudi, sayap kiri dan pendukung Schuschnigg yang ketakutan pun mencoba melarikan diri dari Austria. Mereka berpacu menuju perbatasan negara dan berharap dapat mencapainya sebelum ditutup. Beberapa di antaranya berhasil lolos, tetapi sebagian besar terjebak di Austria yang telah mengalami Nazifikasi dengan cepat. Schuschnigg tetap berada di Wina, di mana dia ditempatkan dalam tahanan rumah.

Sabtu, 12 Maret 1938

Tepat setelah tengah malam pada 12 Maret, presiden Austria Wilhelm Miklas dengan enggan memenuhi tuntutan terakhir Hitler. Dia menunjuk Seyss-Inquart sebagai kanselir Austria, dan pada gilirannya Seyss-Inquart pun mengumumkan kabinet baru yang diisi oleh Nazi Austria. Ini adalah pergantian kekuasaan dalam negeri yang disebabkan oleh tekanan eksternal dari Jerman Nazi. Tapi itu masih belum cukup bagi Hitler.

Terlepas dari kenyataan bahwa Austria telah memenuhi semua tuntutan Hitler, pasukan Jerman melintasi perbatasan saat fajar sekitar pukul 5 pagi. Mereka tidak menemui perlawanan bersenjata, melainkan sorak-sorai dan bunga. Warga Austria menyambut Hitler dengan hangat saat dia melakukan perjalanan pertama ke Linz dan selanjutnya ke Wina. 

Minggu, 13 Maret 1938

Pada 13 Maret, Kanselir Nazi Austria Seyss-Inquart menandatangani undang-undang yang disebut “Reunifikasi Austria dengan Jerman” (“Wiedervereinigung Österreichs mit dem Deutschen Reich”). 

Kata "reunifikasi" bukanlah istilah yang cocok. Austria tidak pernah menjadi bagian dari Kekaisaran Jerman. Undang-undang ini, kadang-kadang disebut Undang-Undang Anschluss, secara resmi memasukkan Austria ke dalam Jerman Nazi sehingga memberi Anschluss semacam legalitas. 

Austria kini bukan lagi negara merdeka, melainkan provinsi (Tanah) Jerman Nazi. Nazi ingin menghilangkan jejak identitas Austria yang terpisah. Di Jerman Nazi, Austria awalnya disebut dengan nama baru: Ostmark. Dalam bahasa Jerman, Austria dulu (dan sekarang) disebut Österreich, yang berarti "kekaisaran timur." Dengan mengubah namanya, Nazi menurunkan status Austria dari kekaisaran menjadi provinsi. Reorganisasi administratif berikutnya menghasilkan lebih banyak perubahan nama dan perbatasan. Pada 1942, rezim Nazi secara resmi menyebut daerah tersebut sebagai Distrik Alpine dan Danubian (Alpen- und Donau-Reichsgaue).

Undang-undang tersebut juga mengamanatkan plebisit baru tentang masalah penyatuan Austria dengan Jerman Nazi. Plebisit baru ini dijadwalkan pada 10 April.

Kekerasan Antisemit selama Anschluss 

Tak lama setelah aneksasi Jerman atas Austria, Pasukan Badai Nazi berjaga di luar tempat usaha milik orang Yahudi.

Bagi sekitar 200.000 orang Yahudi di Austria, Anschluss menandai titik balik yang mengerikan. 

Dimulai pada malam 11 Maret dan pada minggu-minggu berikutnya, kekerasan seperti pogrom terjadi di seluruh negeri. Nazi Austria dan lainnya memukuli, menyerang dan mempermalukan orang Yahudi. Mereka memaksa orang Yahudi untuk membersihkan toilet umum dan melakukan aktivitas yang memalukan. Mereka secara khusus menyasar orang-orang Yahudi religius. Yang paling terkenal adalah apa yang disebut dengan "pesta gosok" (“Reibpartien”). Nazi memaksa orang-orang Yahudi Wina untuk menggosok jalan-jalan kota sementara kerumunan orang mengejek mereka. Secara khusus, Nazi memaksa mereka menghapus slogan-slogan politik pro-kemerdekaan dari plebisit Schuschnigg yang dibatalkan. 

Tak lama setelah itu, warga Yahudi Austria menjadi sasaran hukum dan pembatasan yang mendiskriminasi kaum Yahudi di Jerman Nazi. Banyak yang memutuskan untuk mencoba meninggalkan Austria. Antrean pun bermunculan di konsulat di seluruh kota Wina. 

Propaganda Nazi dan Anschluss

Nazi merayakan Anschluss sebagai pemenuhan takdir rakyat Jerman. Mereka mengagungkannya dalam pidato dan kegiatan propaganda. 

Yang paling terkenal, pada 15 Maret, Hitler berpidato di hadapan massa di Heldenplatz Wina, sebuah alun-alun besar di pusat kota Wina. Dalam pidatonya, ia merayakan pencaplokan Austria oleh Jerman Nazi. Cuplikan film dan foto-foto massa pun bermunculan di berita dan surat kabar Jerman. Tujuan mereka adalah untuk menunjukkan antusiasme warga Austria terhadap Anschluss dan dengan demikian membenarkan pengambilalihan negara lain secara ilegal. Ketika Hitler kembali ke Berlin, dia pun disambut sebagai pahlawan.

Plebisit 10 April adalah peluang propaganda lainnya. Serangan propaganda Nazi untuk mendukung pengambilan suara mengkooptasi dan memobilisasi berbagai lembaga dan pemimpin Austria, termasuk perwakilan dari dua daerah pemilihan yang enggan untuk menerima gerakan Nazi: kelas pekerja Austria dan Gereja Katolik. Hasil referendum itu tampak menunjukkan bahwa sekitar 99 persen rakyat Austria ingin bersatu dengan Jerman Nazi. Namun, antara 300.000 dan 400.000 warga Austria dilarang memberikan suara dalam referendum tersebut, termasuk orang Yahudi Austria, orang Roma dan lawan politik Nazi. 

Penerimaan Anschluss di Austria 

Banyak warga Austria yang membantu melaksanakan Nazifikasi di negara mereka. Pegawai negeri, tentara dan polisi Austria mengambil sumpah baru kepada Adolf Hitler. Mereka melakukan ini dalam perayaan publik, yang sering disertai dengan parade. Berbagai organisasi dan institusi mengadopsi ide-ide Nazi dan menerapkan kebijakan Nazi. Banyak di antaranya yang mengusir anggota Yahudi mereka dan memecat karyawan Yahudi mereka. 

Kelompok Komunis dan Sosial Demokrat, sebagai kelompok politik yang paling mungkin melawan Nazi, telah dihancurkan oleh rezim Dollfuss-Schuschnigg. Kebanyakan anggota gerakan ini sudah hidup di pengasingan. Lawan Nazi yang masih tinggal di Austria menghadapi amarah dari SS dan sistem kepolisian Nazi. Nazi tak lama kemudian mendirikan kantor Gestapo di Austria untuk memburu lawan politik.

Anschluss sebagai Langkah Pertama dalam Pengambilalihan Eropa oleh Hitler 

Anschluss merupakan tindakan agresi dan ekspansi wilayah pertama rezim Nazi. Itu adalah momen yang menjadi titik balik dalam kebijakan luar negeri Jerman Nazi. Masyarakat internasional tidak mencoba mengintervensi untuk menghentikan Anschluss dan tidak pula menghukum Jerman Nazi karena telah melanggar perjanjian internasional. Dengan demikian, Anschluss merupakan salah satu contoh paling awal dan paling signifikan untuk kebijakan pemuasan masyarakat internasional terhadap kebijakan luar negeri agresif Adolf Hitler. 

Pencaplokan Jerman atas Austria menandai pelanggaran signifikan terhadap tatanan internasional pasca-Perang Dunia I. Hanya enam bulan kemudian, Jerman Nazi menciptakan krisis di Sudetenland, sebuah wilayah di Cekoslowakia. Pada September 1938, para pemimpin dunia dari Italia, Prancis dan Britania Raya melakukan pertemuan dengan Hitler di München untuk membahas hal tersebut. Mereka mencoba memuaskan Hitler dengan melepaskan wilayah itu kepada Jerman Nazi. Mereka melakukannya dengan syarat bahwa sisa wilayah Cekoslowakia lainnya tidak boleh disentuh. 

Pada Maret 1939, Jerman Nazi melanggar perjanjian ini dan menduduki wilayah Ceko, termasuk Praha. Dan, pada September 1939, Jerman Nazi menginvasi Polandia. Ini merupakan tindakan agresi teritorial dan ekspansi yang menyebabkan pecahnya Perang Dunia II.