Josef Mengele
Dokter SS Josef Mengele melakukan eksperimen medis yang tidak manusiawi, dan sering kali mematikan, terhadap para tahanan di Auschwitz. Ia menjadi sosok yang paling terkenal sadis dari semua dokter Nazi yang melakukan eksperimen di kamp. Mengele dijuluki “malaikat maut” dan akan selalu diingat karena perannya di tempat penyeleksian di Auschwitz.
Fakta Utama
-
1
Mengele menggunakan teori rasial Nazi untuk membenarkan berbagai macam eksperimen yang dilakukan terhadap orang Yahudi dan Roma (“Gipsi”).
-
2
Banyak orang yang menjadi korban eksperimen di Auschwitz berakhir tewas akibat prosedurnya. Kematian memang menjadi hasil yang dimaksudkan dalam beberapa eksperimen.
-
3
Mengele melarikan diri ke Amerika Selatan setelah perang berakhir dan luput dari hukuman atas kejahatannya. Ia meninggal di Brasil pada 1979.
Pendahuluan
Josef Mengele merupakan salah seorang figur dalam Holocaust yang paling terkenal sadis. Pengabdiannya di Auschwitz dan eksperimen medis yang dilakukannya di sana menjadikannya sebagai salah seorang pelaku kejahatan di kamp tersebut yang paling dikenal luas. Hidupnya yang dihabiskan dalam persembunyian setelah perang berakhir, menunjukkan kegagalan dunia internasional dalam mengadili pelaku kejahatan Nazi.
Kekejiannya membuat Mengele menjadi tema berbagai buku, film, dan acara televisi populer. Banyak dari penggambaran tentang Mengele tersebut yang melenceng dari fakta-fakta sebenarnya tentang kejahatan Mengele dan keluar dari konteks sejarah. Beberapa di antaranya menggambarkannya sebagai ilmuwan gila yang melakukan berbagai eksperimen sadis tanpa landasan ilmiah.
Fakta sebenarnya tentang Mengele adalah jauh lebih kelam daripada itu. Ia adalah seorang dokter dan peneliti medis yang sangat terlatih, serta seorang veteran perang yang berprestasi. Ia disegani dalam bidangnya dan bekerja di salah satu lembaga penelitian terkemuka di Jerman. Banyak penelitian medisnya di Auschwitz yang menyokong penelitian ilmuwan Jerman lain. Ia adalah salah seorang dari puluhan peneliti biomedis yang melakukan eksperimen terhadap para tahanan di kamp-kamp konsentrasi Nazi, dan juga salah seorang dari sejumlah tenaga medis profesional yang menyeleksi korban yang akan dibantai di kamar gas di Auschwitz.
Mengele bertindak menurut norma sains Jerman di bawah rezim Nazi. Kejahatannya menunjukkan betapa berbahayanya sains ketika dilakukan untuk melayani ideologi yang menolak hak-hak, martabat dan bahkan kemanusiaan untuk kelompok orang tertentu.
Mengele sebelum Auschwitz
Josef Mengele lahir pada 16 Maret 1911 di Kota Günzburg, Bavaria, Jerman. Ia merupakan putra tertua Karl Mengele, produsen peralatan pertanian yang sukses.
Mengele mempelajari ilmu kedokteran dan antropologi fisik di beberapa universitas. Pada 1935, dia memperoleh gelar PhD dalam bidang antropologi fisik dari University of Munich. Pada 1936, Mengele lulus ujian kedokteran negara.
Pada 1937, Mengele mulai bekerja di Institute for Hereditary Biology and Racial Hygiene di Frankfurt, Jerman. Di sana, ia menjadi asisten direktur institut tersebut, yaitu Dr. Otmar von Verschuer. Verschuer merupakan ahli genetika ternama yang dikenal karena penelitiannya tentang anak kembar. Di bawah arahan Verschuer, Mengele mendapatkan gelar doktor pada 1938.
Memeluk Ideologi Nazi
Sebelum Partai Nazi berkuasa, Mengele tidak mendukung partai itu secara aktif. Namun, pada 1931, ia bergabung dengan Stahlhelm, paramiliter partai sayap kanan lain, yaitu Partai Rakyat Nasional Jerman. Mengele menjadi anggota SA Nazi ketika Stahlhelm dilebur ke dalamnya pada 1933, tapi dia berhenti berpartisipasi secara aktif di sana pada 1934.
Namun, selama masa studinya di universitas, Mengele mendukung sains rasial, teori salah tentang rasisme biologis. Dia percaya bahwa orang Jerman berbeda secara biologis dan lebih unggul dibandingkan anggota ras lain. Sains rasial merupakan prinsip yang mendasari ideologi Nazi. Hitler menggunakan sains rasial untuk membenarkan sterilisasi paksa terhadap penyandang penyakit fisik atau mental tertentu atau kelainan fisik. Undang-Undang Ras Nuremberg, yang melarang pernikahan antara orang Jerman dengan orang Yahudi, orang kulit hitam atau orang Roma, juga didasari oleh sains rasial.
Pada 1938, Mengele bergabung dengan Partai Nazi dan SS. Melalui pekerjaannya sebagai seorang ilmuwan, dia berupaya mendukung tujuan Nazi dalam mempertahankan dan meningkatkan apa yang disebut keunggulan “ras” Jerman. Atasan dan mentor Mengele, Verschuer, juga menganut rasialisme biologis. Selain melakukan penelitian, Verschuer dan stafnya—termasuk Mengele—memberikan pendapat ahli kepada otoritas Nazi yang harus menentukan orang-orang yang memenuhi kualifikasi sebagai orang Jerman berdasarkan Undang-Undang Nuremberg. Mengele dan koleganya juga mengevaluasi orang Jerman yang kondisi mental dan fisiknya mungkin memenuhi kualifikasi untuk disterilisasi paksa atau dilarang menikah menurut hukum Jerman.
Bertugas di Front Timur
Pada Juni 1940, Mengele direkrut oleh tentara Jerman (Wehrmacht). Sebulan kemudian, ia menjadi sukarelawan untuk layanan medis Waffen-SS (cabang militer SS). Awalnya, ia bekerja di SS Race and Settlement Main Office (RuSHA) di wilayah pendudukan Polandia. Di sana, Mengele mengevaluasi kriteria dan metode yang digunakan oleh SS untuk menentukan apakah orang yang mengklaim dirinya sebagai keturunan Jerman memenuhi kualifikasi sebagai orang Jerman secara rasial dan fisik.
Sekitar pengujung 1940, Mengele ditugaskan ke batalion teknik di Divisi SS “Wiking” sebagai petugas medis. Selama sekitar 18 bulan sejak Juni 1941, ia menyaksikan pertempuran yang sangat brutal di front timur. Selain itu, pada minggu-minggu pertama serangan Jerman ke Uni Soviet, divisi Mengele membantai ribuan warga sipil Yahudi. Pengabdian Mengele di front timur membuatnya dianugerahi Salib Besi kelas satu dan kelas dua, serta promosi menjadi kapten SS (SS-Hauptsturmführer).
Mengele kembali ke Jerman pada Januari 1943. Sambil menunggu penugasan Waffen-SS berikutnya, ia mulai bekerja kembali dengan mentornya, Verschuer. Verschuer baru saja diangkat menjadi direktur Kaiser Wilhelm Institute for Anthropology, Human Genetics and Eugenics (KWI-A) di Berlin.
Ditugaskan ke Auschwitz
Pada 30 Mei 1943, SS menugaskan Mengele ke Auschwitz. Ada bukti yang menunjukkan bahwa Mengele sendiri yang meminta penugasan ini. Ia bekerja sebagai salah seorang dokter kamp di Auschwitz-Birkenau. Auschwitz-Birkenau merupakan kamp Auschwitz terbesar dan juga menjadi pusat pembantaian orang-orang Yahudi yang dideportasi dari seluruh Eropa. Di samping tugas-tugas lain, Mengele bertanggung jawab atas Zigeunerlager (secara harfiah berarti “Kamp Gipsi”) di Birkenau. Sejak 1943, nyaris 21.000 pria, wanita dan anak-anak Roma (secara peyoratif disebut sebagai Zigeuner atau “Gipsi”) dikirim ke Auschwitz dan ditahan di Zigeunerlager. Ketika kamp keluarga ini dibubarkan pada 2 Agustus 1944, Mengele ikut serta dalam menyeleksi 2.893 tahanan Roma yang akan dibantai di kamar gas Birkenau. Tak lama kemudian, ia ditunjuk sebagai dokter kepala untuk bagian kompleks kamp Auschwitz yang disebut Auschwitz-Birkenau atau Auschwitz II. Pada November 1944, ia ditugaskan ke Rumah Sakit Birkenau untuk SS.
“Malaikat Maut”: Menyeleksi Tahanan untuk Dibantai
Sebagai bagian dari tugas kamp mereka, staf medis di Auschwitz melakukan sesuatu yang disebut penyeleksian. Tujuan penyeleksian tersebut adalah untuk mengidentifikasi orang-orang yang tidak mampu bekerja, yang dianggap SS sebagai tidak berguna dan oleh karena itu harus dibantai. Ketika pengangkutan orang Yahudi tiba di Birkenau, personel medis kamp pun menyeleksi beberapa orang dewasa yang bertubuh sehat untuk melakukan kerja paksa di kamp konsentrasi. Mereka yang tidak dipilih untuk kerja paksa, termasuk anak-anak dan orang tua, dibantai di kamar gas.
Para dokter kamp di Auschwitz dan kamp konsentrasi lainnya juga melakukan penyeleksian secara berkala di klinik dan barak kamp. Mereka melakukannya untuk mengidentifikasi tahanan yang terluka atau sakit keras atau terlalu lemah untuk bekerja. SS menggunakan berbagai metode untuk membantai para tahanan ini, termasuk suntikan mati dan pembantaian dengan gas. Mengele secara rutin melakukan penyeleksian di Birkenau, sehingga sejumlah tahanan menyebutnya “malaikat maut”. Tahanan Gisella Perl, ahli ginekologi di Birkenau, di kemudian hari menceritakan bahwa kehadiran Mengele di klinik wanita membuat para tahanan dihantui oleh rasa ketakutan:
Kami sangat ketakutan dengan kunjungan-kunjungan itu, karena [. . .] kami tidak pernah tahu apakah kami akan diizinkan hidup atau tidak [. . . .] Ia bebas melakukan apa pun yang diinginkannya terhadap kami.
– Dikutip sesuai memoar Gisella Perl, aku dulunya Dokter di Auschwitz (I was a Doctor in Auschwitz).
Setelah Perang Dunia II, Mengele menjadi tersohor karena kekejiannya di Auschwitz berkat kesaksian para dokter tahanan yang bekerja di bawah pimpinannya dan para tahanan yang bertahan hidup setelah melalui eksperimen medisnya.
Mengele adalah salah seorang dari sekitar 50 dokter yang bertugas di Auschwitz. Dia bukanlah dokter dengan pangkat tertinggi di kompleks kamp Auschwitz, dan bukan pula komandan dokter lain di sana. Meski demikian, namanya yang paling terkenal dari semua dokter yang bertugas di Auschwitz. Salah satu alasannya adalah Mengele sering hadir di undakan stasiun kereta api (ramp) tempat pelaksanaan seleksi. Ketika Mengele sendiri tidak bertugas melakukan seleksi, ia masih sering muncul di tempat tersebut, mencari anak kembar di antara para tahanan untuk eksperimennya dan untuk dokter di klinik Birkenau. Alhasil, banyak penyintas yang menjalani seleksi saat tiba di Auschwitz berasumsi bahwa Mengele adalah dokter yang menyeleksi mereka. Namun, frekuensi Mengele melakukan tugas ini sama saja dengan koleganya yang lain.
Peneliti Biomedis di Auschwitz
SS memberikan kewenangan kepada peneliti biomedis Jerman untuk melakukan eksperimen manusia yang tidak etis dan sering kali mematikan di kamp konsentrasi. Auschwitz menyediakan tahanan untuk eksperimen manusia yang dilakukan di berbagai kamp lainnya. Kamp itu juga menjadi lokasi pelaksanaan berbagai eksperimen manusia, karena besarnya jumlah tahanan yang dikirim ke sana. SS mengirim 1,3 juta pria, wanita dan anak-anak dari berbagai latar belakang bangsa dan etnik ke Auschwitz. Para peneliti yang sedang mencari subjek manusia yang memenuhi kriteria tertentu dapat lebih mudah menemukan mereka di Auschwitz daripada di kamp-kamp lain.
Mengele merupakan salah satu dari puluhan personel medis SS yang melakukan eksperimen terhadap orang-orang yang ditahan di Auschwitz. Dokter-dokter itu meliputi:
- Eduard Wirths, dokter kepala di Auschwitz;
- Carl Clauberg, spesialis terkemuka dalam pengobatan infertilitas;
- Horst Schumann, sosok yang melakukan pembantaian dengan gas terhadap ribuan pasien penyandang disabilitas selama Program Eutanasia Nazi;
- Dokter SS Helmut Vetter, sosok yang melakukan uji coba obat untuk anak perusahaan Bayer dari IG Farben terhadap para tahanan di kamp konsentrasi Dachau, Auschwitz dan Gusen.
- Johann Paul Kremer, profesor anatomi.
Para dokter ini melihat penugasan mereka ke Auschwitz sebagai kesempatan menarik untuk memajukan penelitiannya.
Jenis-Jenis Eksperimen yang Dilakukan
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan di kamp konsentrasi mencederai banyak korban secara permanen atau menewaskan mereka. Kematian korban memang menjadi hasil yang dimaksudkan dalam beberapa eksperimen. Para tenaga medis profesional yang melakukan eksperimen di Auschwitz tidak meminta persetujuan tahanan atau tidak memberi tahu mereka tentang pengobatan yang diberikan kepada mereka atau efek yang mungkin terjadi. Jenis-jenis eksperimen yang dilakukan di Auschwitz meliputi:
- Menguji metode sterilisasi massal;
- Menimbulkan luka pada tahanan atau menginfeksi mereka dengan penyakit untuk mempelajari efeknya dan menguji pengobatan;
- Melaksanakan operasi dan prosedur yang tidak diperlukan terhadap tahanan untuk kepentingan penelitian atau untuk melatih tenaga medis profesional;
- Membunuh dan membedah tahanan untuk penelitian antropologi dan medis.
Eksperimen Mengele di Auschwitz
Mengele melakukan penelitian dan eksperimen terhadap tahanan di luar tugas rutinnya di Auschwitz. Verschuer, mentornya, bahkan mungkin telah mengatur penugasan Mengele ke Auschwitz dengan tujuan mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kaiser Wilhelm Institute for Anthropology, Human Genetics, and Eugenics (KWI-A). Selama penugasannya di Auschwitz, Mengele mengirim darah, bagian tubuh, organ, kerangka dan janin kepada para koleganya di Jerman, yang semuanya itu diambil dari para tahanan Auschwitz. Mengele berkolaborasi dengan para koleganya dalam proyek-proyek penelitian dengan melakukan studi dan eksperimen bagi mereka dengan menggunakan para tahanan.
Selain bekerja di KWI-A, Mengele juga melakukan eksperimen sendiri terhadap para tahanan Auschwitz. Ia berharap dapat memublikasikan hasilnya dan kemudian mendapatkan kredensial untuk memenuhi kualifikasi sebagai profesor universitas.
Selama masa pengabdiannya di Auschwitz, Mengele mengelola kompleks penelitian yang terdapat di beberapa barak. Ia memilih stafnya dari para tahanan yang merupakan tenaga medis profesional. Mengele berhasil mendapatkan instrumen dan peralatan mutakhir untuk penelitiannya dan bahkan mendirikan sebuah laboratorium patologi.
Tujuan Penelitian
Penelitian pribadi Mengele dan penelitian yang dilakukannya untuk KWI-A secara umum berfokus pada cara gen dalam berkembang menjadi ciri fisik dan mental spesifik. Ketika dilaksanakan secara beretika, ini adalah bidang penelitian genetis yang sah dan penting. Namun, penelitian Mengele, Verschuer dan kolega mereka telah melenceng akibat keyakinan mereka pada teori pseudosaintifik tentang ras yang mendasari ideologi Nazi. Teori ini menyatakan bahwa ras manusia berbeda secara genetis antara satu sama lain. Teori ini juga menetapkan hierarki ras dan menekankan bahwa ras “inferior” secara genetis lebih cenderung menunjukkan ciri-ciri negatif dibandingkan dengan anggota ras “unggulan”. Ciri-ciri keturunan yang negatif ini dikatakan mencakup lebih dari sekadar penyakit serta kekurangan fisik dan mental, tetapi juga meliputi perilaku amoral atau yang tidak dapat diterima secara sosial, seperti menggelandang, prostitusi dan kriminalitas. Menurut teori salah tentang ras, perkawinan campuran antar-ras dapat menurunkan ciri-ciri negatif ke ras “unggulan” dan melemahkan mereka.
Mengele berupaya mengidentifikasi penanda fisik dan biokimia spesifik yang dapat secara pasti mengidentifikasi anggota ras-ras tertentu. Ia dan para koleganya meyakini bahwa penanda demikian sangat penting untuk ditemukan demi melestarikan “keunggulan” rasial orang Jerman. Bagi Mengele dan para koleganya, makna penting penelitian ini menjustifikasi pelaksanaan eksperimen berbahaya dan mematikan terhadap orang-orang—dalam kasus ini, para tahanan Auschwitz—yang mereka anggap inferior secara rasial.
Siapa Saja Korban Mengele?
Para korban Mengele kebanyakan berasal dari dua kelompok etnik: Orang Roma dan Yahudi. Para peneliti biomedis di Jerman Nazi memiliki minat khusus terhadap dua kelompok ini. Ideologi Nazi menganggap orang Roma dan Yahudi sebagai “submanusia” dan ancaman bagi “ras” Jerman. Alasan ini membuat para ilmuwan Nazi beranggapan bahwa etika medis tidak berlaku bagi anggota kelompok tersebut.
Selama Mengele bertugas di Auschwitz-Birkenau, lebih dari 20.000 orang Roma ditahan di sana dan ratusan ribu orang Yahudi diangkut ke sana. Tidak ada tempat lain di dunia ini yang memungkinkan ilmuwan memiliki akses ke begitu banyak anggota kelompok tersebut yang terkonsentrasi di satu lokasi. Dan tidak ada tempat lain mana pun yang memungkinkan mereka memiliki kuasa untuk bereksperimen terhadap manusia dengan sesukanya hatinya. Mengele mengatakan kepada seorang koleganya bahwa melewatkan kesempatan untuk melakukan eksperimen manusia di Auschwitz-Birkenau adalah suatu kejahatan.
Roma
Selain memilih orang Roma sebagai subjek eksperimen medisnya, Mengele juga melakukan studi antropologi terhadap pria, wanita dan anak-anak Roma di Zigeunerlager. Ketika terjadi wabah Noma, yakni gangren di mulut, di kalangan anak-anak Roma di kamp, ia menugaskan beberapa dokter tahanan untuk menelitinya. Noma adalah infeksi bakteri yang terutama menyerang anak-anak yang sangat kekurangan gizi. Namun, Mengele meyakini bahwa anak-anak Roma di Auschwitz terkena Noma akibat faktor keturunan alih-alih karena kondisi di kamp. Para dokter tahanan menemukan cara untuk menyembuhkan Noma, yang biasanya dapat berakibat fatal. Meski demikian, semua anak yang sembuh pada akhirnya dibantai di kamar gas.
Anak Kembar
Pada 1930-an, anak kembar menjadi fokus utama penelitian genetik manusia. Sebelum Perang Dunia II, Verschuer dan peneliti biomedis lainnya menggunakan anak kembar untuk meneliti penyakit atas dasar keturunan. Para peneliti pada masa ini mendapat persetujuan dari anak kembar atau orang tua mereka, tapi mereka kesulitan mendapatkan banyak anak kembar untuk studi ini. Di Auschwitz, Mengele mengumpulkan ratusan pasang anak kembar dari orang-orang Yahudi yang diangkut ke sana dan dari orang Roma yang ditahan di sana. Sebelumnya tidak pernah ada peneliti yang dapat mempelajari dan melakukan eksperimen terhadap anak kembar dalam jumlah yang begitu besarnya ini.
Mengele memerintahkan stafnya untuk mengukur dan mencatat setiap aspek dari tubuh para anak kembar. Ia mengambil darah dalam jumlah besar dari anak-anak kembar dan terkadang melakukan prosedur yang menyakitkan bagi mereka.
[...] Mereka juga memberi kami suntikan di sekujur tubuh. Akibat semua suntikan itu, saudariku jatuh sakit. Lehernya membengkak akibat infeksi yang parah. Mereka mengirimnya ke rumah sakit dan mengoperasinya tanpa bius dalam kondisi yang benar-benar mengenaskan. (…)
Dari kesaksian Lorenc Andreas Menasche, nomor kamp A 12090.
Pada saat yang sama Mengele juga membantai berpasang-pasang anak kembar untuk melakukan autopsi pada jenazah mereka. Setelah meneliti jenazah-jenazah itu, ia mengirim beberapa organ mereka ke KWI-A.
Orang-Orang dengan Kelainan Bawaan
Ketika melakukan seleksi terhadap orang-orang Yahudi yang tiba di undakan stasiun kereta api (ramp) di Auschwitz-Birkenau, Mengele mencari orang-orang yang memiliki kelainan fisik, yang meliputi orang kerdil, gigantik atau berkaki bengkok. Mengele meneliti orang-orang ini dan lalu membantai mereka. Ia mengirim jenazah mereka ke Jerman untuk dipelajari oleh para peneliti.
Mengele juga mencari orang Roma dan Yahudi yang mengidap heterokromia, suatu kondisi perbedaan warna pada kedua mata seseorang. Salah seorang kolega Mengele di KWI-A sangat tertarik dengan kondisi ini. Mengele pun membantai orang-orang yang mengidap heterokromia di Auschwitz dan mengirim mata mereka ke koleganya tersebut.
Anak-Anak
Sebagian besar korban eksperimen medis Mengele adalah anak-anak. Anak-anak yang diseleksi Mengele untuk eksperimen tinggal di barak-barak terpisah dari para tahanan lain dan mendapat makanan dan perlakuan yang sedikit lebih baik. Mengele bersikap ramah kepada anak-anak itu. Moshe Ofer, seorang penyintas eksperimen Mengele, menceritakan bahwa pada 1985
[Mengele] mengunjungi kami sebagai sosok seorang paman yang baik dan membawakan kami cokelat. Sebelum menggunakan pisau bedah atau alat suntiknya, dia akan berkata: 'Jangan takut, tidak akan terjadi apa-apa kepadamu...' ...dia menyuntikkan zat kimia, melakukan operasi pada tulang belakang Tibi, dan setelah eksperimen itu, dia akan membawakan kami hadiah...Dalam proses eksperimen selanjutnya, dia menusukkan jarum ke kepala kami. Luka-luka tusukannya masih terlihat sampai sekarang. Suatu hari dia membawa Tibi pergi. Saudara laki-lakiku itu dibawa pergi selama beberapa hari. Ketika dipulangkan, kepalanya penuh dengan balutan perban. Dia tewas di pelukan saya.
Mengele menggunakan anak-anak untuk eksperimen pribadinya dan juga untuk mendukung penelitian KWI-A. Ia berkolaborasi dalam studi pengembangan warna mata dengan meneteskan zat yang disuplai oleh salah seorang koleganya ke mata anak-anak dan bahkan bayi yang baru lahir. Akibatnya berbeda-beda, mulai dari iritasi dan pembengkakan hingga kebutaan dan bahkan kematian.
Seorang tahanan yang ditugaskan untuk merawat anak-anak kembar Yahudi yang dipilih Mengele untuk eksperimen mendeskripsikan reaksi emosional dan fisik anak-anak terhadap perawatan yang mereka lalui:
Sampel darah dikumpulkan pertama-tama dari jari dan kemudian dari arteri, sebanyak dua atau tiga kali dari korban yang sama dalam beberapa kasus. Anak-anak itu menjerit dan berusaha menutupi tubuh mereka agar tidak disentuh. Para personel lalu menggunakan kekerasan. (…) Cairan juga diteteskan ke mata mereka….Beberapa pasang anak mendapat tetesan di kedua matanya, dan beberapa pasang anak di salah satu mata saja. …. Akibat dari praktik ini sangat menyakitkan bagi para korban. Mereka menderita pembengkakan kelopak mata yang parah, dengan sensasi terbakar….
Luput dari Hukuman
Pada Januari 1945, ketika Tentara Merah Soviet merangsek ke Polandia barat, Mengele melarikan diri dari Auschwitz dengan personel SS lain di kamp itu. Ia menghabiskan beberapa bulan berikutnya dengan bertugas di kamp konsentrasi Gross-Rosen dan subkampnya. Pada hari-hari terakhir peperangan, dia mengenakan seragam angkatan darat Jerman dan bergabung dengan sebuah unit militer. Setelah perang berakhir, unit tersebut menyerah kepada pasukan militer AS.
Mengele menjadi tahanan perang AS karena menyamar sebagai perwira angkatan darat Jerman. Angkatan darat AS membebaskannya pada awal Agustus 1945 tanpa menyadari bahwa nama Mengele sudah masuk dalam daftar buron penjahat perang.
Sejak akhir 1945 sampai musim semi 1949, Mengele bekerja sebagai buruh tani di dekat Rosenheim, Bavaria dengan menggunakan nama palsu. Dari situ dia berhasil menghubungi keluarganya. Ketika para penyelidik kejahatan perang AS mengetahui kejahatan yang dilakukan Mengele di Auschwitz, mereka mencoba menemukan dan menangkapnya. Namun, berdasarkan informasi bohong dari keluarga Mengele, para penyelidik menyimpulkan bahwa Mengele sudah meninggal. Upaya AS untuk menangkapnya menyadarkan Mengele bahwa dia tidak aman di Jerman. Dengan dukungan finansial dari keluarganya, Mengele berimigrasi ke Argentina dengan nama palsu lain pada Juli 1949.
Pada 1956, Mengele sudah hidup mapan di Argentina dan merasa sangat aman sehingga dia mendapatkan kewarganegaraan Argentina sebagai José Mengele. Namun, pada tahun 1959, dia mendengar bahwa para jaksa Jerman Barat mengetahui keberadaannya di Argentina dan sedang berusaha menangkapnya. Mengele pun berimigrasi ke Paraguay dan mendapatkan kewarganegaraan di sana. Pada Mei 1960, agen intelijen Israel menculik Adolf-Eichmann di Argentina dan membawanya ke Israel untuk diadili. Mengele melarikan diri dari Paraguay karena menduga orang Israel juga sedang mencarinya. Ia menghabiskan sisa hidupnya dengan nama samaran di dekat São Paulo, Brasil dengan dukungan dari keluarganya di Jerman. Pada 7 Februari 1979, Mengele terkena strok dan tenggelam ketika sedang berenang di resor liburan di dekat Bertioga, Brasil. Ia dikubur di pinggiran São Paulo dengan nama samaran “Wolfgang Gerhard”.
Penemuan dan Identifikasi Jenazah Mengele
Pada Mei 1985, pemerintah Jerman, Israel dan Amerika Serikat sepakat untuk bekerja sama dalam melacak Mengele dan membawanya ke pengadilan. Polisi Jerman menggerebek rumah teman keluarga Mengele di Günzburg, Jerman, dan menemukan bukti bahwa Mengele telah meninggal dan dikubur di dekat São Paulo. Polisi Brasil menemukan kuburan Mengele dan menggali jenazahnya pada Juni 1985. Ahli forensik Amerika, Brasil dan Jerman mengidentifikasi jenazah tersebut dengan jelas sebagai jenazah Josef Mengele. Pada 1992, bukti DNA mengonfirmasi kesimpulan ini.
Mengele menghindari penangkapan selama 34 tahun dan tidak pernah diadili.
Catatan kaki
-
Footnote reference2.
Lorenc Andreas Menasche, nomor kamp A 12090, ditahan di Auschwitz pada usia 10 tahun. Dia dan saudarinya merupakan korban eksperimen medis Mengele. Lihat Archives of the State Museum Auschwitz-Birkenau, Statements Collection, vol. 125, pp. 146–147. Dikutip menurut Voices of Memory: Medical Experiments (Oświęcim: Auschwitz-Birkenau State Museum in Oświęcim, 2016), p. 57 (e-book).
-
Footnote reference3.
Dikutip menurut Anatomy of the Auschwitz Death Camp, ed. Yisrael Gutman and Michael Berenbaum. Bloomington: Indiana University Press, 1994, p. 324-325.
-
Footnote reference4.
Kutipan dari Elżbieta Piekut-Warszawska, “Dzieci w obozie oświęcimskim (wspomnienia pielęgniarki)”, [Anak-anak di Kamp Auschwitz (dalam ingatan seorang perawat)] dalam Przegląd Lekarski, vol. 1 (1967), pp. 204–205. Dikutip menurut Voices of Memory: Medical Experiments (Oświęcim: Auschwitz-Birkenau State Museum in Oświęcim, 2016). 60.
-
Footnote reference1.
Gisella Perl, I was a Doctor in Auschwitz (New York: International Universities Press, 1948), 120.